Tiga Titik Potensi Pemicu Perang Dunia III

LABRITA.ID - Serangan Iran terhadap Israel membuka mata bahwa harapan dunia untuk tidak terjadinya Perang Dunia 3 (PD3) hampir pupus. Serangan memperlihatkan potensi besar perluasan perang Israel-Lebanon setelah perang Israel-Gaza.
Israel selalu dilindungi oleh negara-negara besar seperti AS, Inggris dan Jerman yang merupakan anggota berpengaruh di NATO. Mereka terus memasok senjata pada saat dunia mengecam Israel yang melakukan genosida di Gaza. Bila terjadi perang terbuka Israel-Iran maka persenjataan dan pasukan akan diterjunkan untuk membela sekutunya itu.
Melihat situasi geopolitik dunia hari ini, setidaknya ada 3 front pertempuran yang mungkin terjadi. 3 front tersebut terletak 1 di eropa dan 2 di asia.
Front eropa antara Rusia dengan NATO. Perang ini adalah perluasan dari perang Ukraina. Rusia melakukan operasi militer ke Krimea, Ukraina pada Februari 2014. Pada 24 Februari 2022, Rusia melancarkan invasi militer ke Ukrania.
Rusia akan memanfaatkan konsentrasi militer dan finansial AS, Inggris dan Jerman di Timur Tengah. Penaklukan Kyiv akan membuka ruang perjanjian baru Rusia dengan NATO. Paling penting bagi Rusia adalah terbuka lebarnya akses laut hitam dan tidak efektifnya 'kompartemen' AS dan Eropa.
Di sisi lain, NATO selalu berusaha mengurung Rusia dengan penambahan anggotanya di Eropa. Embargo Eropa dan NATO terhadap Rusia paska invasi pertama tidak efektif dalam jangka panjang. Rusia terbukti mampu beradaptasi dengan dengan embargo bahkan memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi di Eropa.
Krisis panjang ekonomi Eropa dan Covid-19 membuat NATO terlihat selalu tanggung dan terlambat dalam membatasi eskalasi perang tersebut. Keterbatasan energi pasokan Rusia dan inflasi bahan pokok menggoyang politik dan pemerintahan di Eropa. Eropa terlihat serba salah dalam mengikuti keinginan AS untuk terus menekan Rusia.
Kedua, Front Asia Timur Tengah. Perang ini adalah perluasan atas ekspansi militer Israel di Gaza. Saat ini, Israel masih terus menerus menyerang Hizbullah yang merupakan proksi Iran di Lebanon Selatan yang konsisten membela HAMAS. Secara umum perang sudah pecah dan menunggu keterlibatan kaum Sunni Lebanon.
Serangan Iran yang mampu menembus benteng udara 'Iron Dome' menambah langkah lanjutan menjadi perang regional. Israel terlihat membutuhkan dukungan politik dari AS dan Inggris untuk melakukan serangan balasan ke Iran. Israel butuh dukungan politik AS dan Inggris untuk menekan negara-negara Arab Sunni agar berdiam diri dan membatasi warganya mendukung Palestina dan Lebanon.
Bisa dipastikan bila Israel menyerang balik Iran maka proksi Iran di Syiria, Irak, Yaman dan Bahrain akan bergerak masif menyerang balik. Beberapa negara Sunni di sekitar Israel seperti Yordania dan Mesir akan siap siaga secara militer. Arab Saudi, Turki dan Rusia yang telah mendirikan pos militer di Syria tentu akan memainkan politik internasional yang bisa merugikan Israel.
Ketiga, front Asia Laut Tiongkok. Front ini merupakan peningkatan atas klaim politik Cina atas Taiwan dan pulau lain di Laut Tiongkok Selatan serta permusuhan tiada henti Korea Utara dan Korea Selatan di Utara Laut Tiongkok Timur. Tiongkok sendiri sedang perang dagang dengan AS dan Eropa. Tidak hanya pengenaan tarif tambahan untuk ekspor impor tetapi sudah meliputi pembatasan kuota bahkan pelarangan penggunaan teknologi. Setelah Huwawei dibatasin membeli Chip untuk HP, Tiktok pun mulai dilarang di akses di sejumlah negara bagian di AS. Terlihat pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat karena menurunnya nilai ekspor ke AS dan Eropa.
Selain Tiongkok, di utara Laut Tiongkok Timur juga ada negara yang berpotensi ikut berperang yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Perbedaan ideologi dan perseteruan sejak Perang 1953, menjadi titik pangkal konflik di antara kedua negara. Korea Utara yang dekat dengan Rusia dan Tiongkok serta Korea Selatan yang dekat dengan AS.
Konflik di Laut Tiongkok paling 'dingin' diantara 2 perang yang sudah terjadi di Eropa dan Timur Tengah. Namun, pertikaian Tiongkok dengan AS dan Eropa sulit dihentikan kecuali salah satu tunduk terhadap lainnya.
Tiongkok tentu menolak untuk berada di bawah kendali AS dan Eropa. Tiongkok terlihat memperluas pengaruhnya melalui ekonomi di Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika. Tiongkok juga bergabung dalam kerjasama ekonomi BRICS bersama Rusia, Brazil, Afrika Selatan dan India.
Untuk mengantisipasi meningkatnya perang ekonomi di Laut Tiongkoknya menjadi perang militer, AS dan Inggris melibatkan Australia dalam aliansi militer AUKUS. Perjanjian jual-beli persenjataan untuk memperkuat militer Australia hingga pengadaan kapal selam bertenaga nuklir. Australia sendiri berada di Selatan dan berbatasan langsung dengan Indonesia.