Gotong Royong Selamatkan Karakter Anak Negeri

ilustrasi

12/05/2019 1523

Oleh: Sri Wahyuni,Gr.,S.Pd
(Guru Garis Depan Dikmen Sultra, Unit Kerja SMA 2 Lambandia)

LABRITA.ID - Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mempunyai budaya yang diwariskan secara turun temurun. Budaya yang saat ini mulai memudar seiring berjamurnya budaya individualistik di masyarakat. Masyarakat mulai meninggalkan nilai-nilai mulia yang sejak dahulu selalu dijaga. Saat membangun rumah, jalan, membuka hutan, panen raya, hajatan, dan kegiatan lain yang membutuhkan tenaga orang banyak, mereka akan senantiasa bahu membahu menyukseskan setiap kegiatan. Mereka melakukannya dengan ikhlas tanpa ada rasa sungkan atau khawatir. 

Budaya gotong royong di Indonesia harus menjadi prinsip dalam menentukan kebijakan di setiap lembaga. Setiap lembaga baik swasta ataupun negeri alangkah indahnya jika dapat menerapkan prinsip gotong royong ini karena sesungguhnya manusia termasuk makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam pembelajaran kharakter anak, bisakah menerapkan prinsip tersebut? Bagaimana caranya?

Fenomena Bobroknya Karakter Anak
Meningkatnya kasus tentang perubahan kharakter peserta didik membuat dunia pendidikan menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Mulai dari video kekerasan yang dilakukan oleh siswa yang viral di internet, kasus tindakan tidak senonoh yang direkam (Pornografidan Cyber Crime), bullyingatau senioritas, kasus pemukulan oleh siswa yang menyebabkan guru kehilangan nyawa, Drop Out (DO), kecanduan narkotika, dan kasus-kasus lainnya yang sengaja tidak disebutkan sumber beritanya agar tidak dilihat dan hanya mengambil pelajaran dari kasus tersebut. Belum lagi budaya negatif yang berkembang dimasyarakat seperti LGBT, feminisme, danKKN yang sedikit besarmenjadi penyebab perubahan pola pikir peserta didik.
 
Perubahan pola pikir yang negatif akan berdampak pada tindakan peserta didik. Jika hal tersebut berlangsung terus menerus maka akan menjadi kharakter. Sebagai contoh, pengalaman penulis saat memberikan teguran kepada peserta didik karena tidak mengerjakan tugas, peserta didik tersebut menjawab secara spontan “buat apa susah-susah belajar toh nanti untuk menjadi pegawai atau pejabat juga harus membayar”.  Kata-kata tersebut bagi seorang guru merupakan bencana. Mengapa bisa? 
Bayangkan saja jika sebagian besar peserta didik memiliki pola pikir seperti itu, maka pembelajaran tidak akan berhasil. Jika pola pikir tersebut dibawa sampai mereka dewasa, kemudian akan diwariskan ke anak cucu mereka. Lalu akan terbentuk kharakter masyarakat yang serba instan asal ada uang. Maka lambat laun akan terjadi perang mental antar golongan berkharakter positif dan negatif dan lebih buruknya akan menjadikan negeri ini negeri dengan kharakter yang buruk. 

Kebijakan Pemerintah
1) Gerakan Revolusi Mental Nasional (GRMN) melalui agenda nawacita nomor 8 yaitu Penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental. 

2) RPJMN 2014- 2019
“Penguatan pendidikan karakter pada anak-anak usia sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk memperkuat nilai-nilai moral, akhlak, dan kepribadian peserta didik dengan memperkuat pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran”

3) Perpres RI Nomor 87 Tahun 2017 tentang PPK Pasal 3
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017  tentang Penguatan Pendidikan Kharakter menunjukkan bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab dalam perkembangan kharakter generasi bangsa. PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatit mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungiawab. 

4) Permendikbud Nomor 20, 21, 22, 23, dan 24 Tahun 2016
Pembinaan kharakter diintegrasikan dalam Kompetensi Inti dalam setiap mata pelajaran. Kompetensi yang berhubungan dengan kharakter terdapat pada KI-1 dan KI-2 yang implementasinya secara langsung pada matapelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta secara tidak langsung pada mata pelajaran lain. 

Sinergi antara Orang Tua, Guru, dan Masyarakat
Masalah pendidikan peserta didik tidak bisa hanya diserahkan pada satu lembaga saja. Kharakter generasi Indonesia menjadi tanggung jawab bersama, baik orang tua, lembaga pendidikan, ataupun masyarakat. Berikut ini merupakan uraian tugas yang bisa dijadikan referensi dalam menyelamatkan kharakter anak negeri.

1) Tugas Orang Tua
Orang tua merupakan orang pertama yang dilihat setelah anak dilahirkan di dunia. Semua informasi awal yang direkam oleh setiap neuron-neuron dalam otaknya didapatkan dari lingkungan keluarga. Setiap anak dilahirkan dengan fitrahnya atau suci. Setiap anak yang lahir memiliki kharakter yang baik. Orang tua sebagai lingkungan awal memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan kharakter anak. 
Orang tua yaitu ayah dan ibu harus bisa menjadi teladan bagi anak di rumah dan melaksanakan perannya sesuai dengan tugasnya. Selain itu orang tua juga harus bisa mengontrol tingkah laku anak di rumah. Dengan cara memberikan dukungan terhadap sikap anak yang positif dan bersikap tegas terhadap tindakan anak yang negatif agar perilaku yang menyimpang tidak berlangsung secara terus menerus atau dapat berhenti. 

2) Tugas Lembaga Pendidikan
Guru sebagai tenaga kependidikan memiliki andil yang cukup besar dalam pembentukan atau menyelamatkan kharakter anak. Guru merupakan orang tua kedua bagi anak. Sehingga tugas guru dalam menyelematkan kharakteri anak diantaranya:1) menjadi teladan dalam penerapan PPK di sekolah; 2) merencanakan pembelajaran dengan mengintegrasikan PPK dalam proses pembelajaran; 3) membuat dan mencatat jurnal penilaian sikap; dan 4) memberikan apresiasi pada tingkah laku siswa yang positif dan menegur atau memberikan peringatan keras pada tingkah laku siswa yang negatif. 

3) Tugas Masyarakat
Masyarakat merupakan manusia majemuk yang didalamnya terdapat norma dan aturan-aturan yang berlaku. Setiap daerah memiliki norma dan aturan yang berbeda, akan tetapi dalam hal baik dan buruk memiliki kesamaan. Pertama, tugas masyarakat baik tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat ataupun anggota masyarakat sendiri harus menghidupkan kembali norma dan nilai-nilai yang dapat membawa dampak positif bagi perkembangan generasi muda. Kedua, menjaga lingkungan agar tetap kondusif bagi perkembangan kharakter anak. Bagaimana caranya? yaitu dengan menghukum dan menyadarkan kelompok masyarakat yang melakukan penyimpangan sosial sesuai dengan sanksi yang berlaku, misalnya: mabuk-mabukkan, LGBT, premanisme, geng motor dan sebagainya harus dibubarkan. 

Tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pemuka adat tidak boleh menutup mata melihat adanya perilaku menyimpangyang dilakukan oleh kelompok tertentu. Kita tahu bahwa masa anak-anak adalah masa yang paling rentan terhadap perubahan tingkah laku sosial. Ada kata-kata orang bijak “Jika kita berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita akan terkena harumnya, namun jika kita berteman dengan penjual ikan, maka kita akan terkena bau amisnya”. Lingkungan yang sehat akan membentuk fisik dan mental yang sehat pula bagi anak. Ini bukan masalah HAM, ini adalah masalah kharakter anak-anak kita, generasi yang akan memimpin negeri ini. Di tangan merekalah para generasi tua akan menyerahkan tanggung jawab saat mereka tiada dan berharap dapat memakmurkan bangsa ini. 

Harapan Pola Pikir di Abad 21
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, guru, dan orang tua dalam membangun kharakter akan berdampak positif bagi masa depan negeri ini. Terbentuknya generasi emas 2045 yang unggul dalam bidang pengetahuan, keterampilan, dan berkharakter sedikit demi sedikit akan tercapai. Semua tergantung pada perspektif kita untuk ikut berperan aktif dalam membangun moral anak negeri. Jika kita proaktif terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, maka kita telah ikut membantu menyelamatkan negeri ini dari kebrobokan moral. Akan tetapi jika kita acuh tak acuh, maka kita telah ikut andil dalam rusaknya moral anak bangsa. Semua pilihan tergantung individu masing-masing. Yakinlah bahwa sikap positif yang kita tunjukkan pada anak-anak baik di rumah, di sekolah, atau di masyarakat akan menjadi kunci keteladanan yang utama.

Selalu berfikir positif merupakan the main key for attitude karena sesungguhnya puncak dari ilmu pengetahuan adalah akhlak atau moral. Setinggi-tingginya ilmu seseorang, jika dia tidak bermoral maka ilmunya tidak akan bermanfaat baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Sebaliknya meskipun ilmu seseorang dianggap sedikit jika memiliki moral yang baik maka ilmu tersebut akan bermanfaat untuk diri sendiri dan bahkan dapat membawa dampak positif bagi-bagi orang-orang disekitarnya. Inilah mengapa ada istilah bahwa akhlak lebih utama dibandingkan dengan ilmu. Mengapa demikian? Karena orang yang berakhlak akan senantiasa mengejar ilmu sedangkan orang yang sombong akan ilmu kadang bisa melupakan akhlak. 

Pembangunan kharakter anak bangsa tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau sekolah saja, akan tetapi butuh kerjasama antar lembaga atau instansi. Semua pihak harus bergotong royong. Ingat harus gotong royong karena sesungguhnya manusia tidak ada yang sempurna, semua elemen harus bahu membahu menjaga generasi negeri ini dari kebobrokan moral, sehingga terciptanya generasi emas Indonesia tidak hanya sebuah impian akan tetapi kenyataan.