Tekanan Para Manajer EPL

ilustrasi (Foto: google/Labrita.id)

03/02/2018 1799

LABRITA.ID - Dahulu para manajer English Premier League (EPL) merupakan sosok yang sangat cool. Mereka tidak peduli dengan dunia di sekitar mereka. Banyak negara sudah mengembangkan gaya bermain sepakbolanya bahkan menjadi juara eropa, Inggris adalah Inggris. Ya, Inggris mengklaim dirinya sebagai negara 'penemu' sepakbola.

Kick and rush adalah gaya yang mereka selalu yakini dan pertahankan. Apapun situasinya dan berapapun lamanya Inggris tidak menjadi juara. Bahkan negeri yang tidak dikenal kompetisinya semacam Denmark dan Yunani sudah menjadi juara eropa. Kick and rush adalah Inggris dan Inggris adalah kick and rush. 

Banyak komentator mengatakan kalau Arsenal, Wenger-lah yang mengubah peta gaya main di Inggris. Wenger masuk Inggris melalui jalur tak umum, ditransfer dari klub Liga Jepang, Nagoya Grimpus Eight. Jangan ditanya bagaimana Wenger diremehkan oleh manajer penganut kick and rush. Namun Wenger akhirnya menjadi bagian elit manajer EPL. 

Dengan ciri khas passing-passing pendek, puncaknya Wenger membawa Arsenal sebagai jawara EPL tanpa terkalahkan selama satu musim kompetisi. Pola main demikian akhirnya ditiru pula oleh klub-klub Inggris lainnya. Ternyata sepakbola Inggris mau berubah dari dalam. 

Berbagai macam model orang menjadi manajer di Inggris. Mereka berasal dari berbagai negara. Mereka memiliki filisofi permainan sendiri. Tapi hanya Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger-lah yang bertahan lebih dari 20 tahun di klubnya masing-masing. Selain itu, bervariasi dan bahkan ada yang hanya 100 hari menduduki kursi manajer. 

Bundes Liga Jerman mulai membatasi penggunaan pemain asing. Mulai memperhatikan potensi pemain-pemain mudanya. Mereka juga mulai mengatur jadwal kompetisi agar memberi kesempatan kepada tim nasionalnya. Efeknya, Jerman menjadi juara dunia di Brazil. Namun, EPL bertahan dengan home ground playernya. Sekian lama EPL menjadi lahan mencari makan striker dunia hingga munculnya Harry Kane. Semua hal akan beradaptasi dan premier league adalah premiere league. 

Setiap akhir tahun semua manajer top EPL akan berteriak sama, boxing day membunuh pemain Kami. Guardiola, Klopp, dan Conte menyuarakan hal yang sama. Mourinho dan Pochettino yang lebih lama sudah lelah bersuara. Nikmati saja kompetisi dan permainannya. Premiere league adalah premiere league.

Musim lalu tiba-tiba EPL berhasil mendapatkan hak siar yang luar biasa. Nilainya yang besar didistribusikan ke klub-klub yang ada. Dampaknya, semua klub mengalami peningkatan pendapatan. Tekanan meningkat untuk memenangkan trofi. Manajerlah yang terdepan paling disorot. Bukan hanya manajer yang baru direkrut, manajer yang sudah lama pun bisa diberhentikan jika tak memenuhi ekspektasi. 

Guardiola misalnya yang pada musim 2017-2018 membeli 6 pemain di sektor pertahanan Manchester City. Guardiola yang super ofensif membutuhkan keseimbangan permainan setelah gagal tanpa trofi di musim sebelumnya. 

Demikian pula Klopp yang paling senang merekrut dan mempromosikan pemain muda, membeli Van Dijk dan menjadi pemain bertahan termahal di dunia. Harga Van Dijk mengalahkan harga setiap pemain bertahan City. Liverpool lebih banyak uang dari City? Tidak juga.

Wenger sendiri yang telah melewati rekor kiprah Sir Alex di EPL, mendapatkan tekanan pemecatan dari fans Arsenal. Ya, Wenger yang lebih dari 20 tahun di Arsenal. Manajer pun terpaksa berubah karena tekanan tersebut. 

Pria Prancis yang sudah mempersembahkan tidak hanya trofi kepada Arsenal, tetapi juga Stadion Emirates ini terpaksa berubah. Arsenal yang senang menabung dan 'malas' mengeluarkan uang, memecahkan deposito mereka. Musim 2017-2018, Wenger dua kali memecahkan rekor transfer. Di awal musim transfer Lacazette dan Aubameyang di tengah musim. Auba pun sudah berusia 28 tahun, rekrutmen berbeda dari sebelumnya. Wenger juga memenuhi permintaan gaji Oezil. Gaji Oezil naik 250%. Sampai £350rb perpekan. Tekanan di EPL, dahsyat memang. (hz-01).